Sel surya atau fotovoltaik adalah perangkat yang mengkonversi radiasi sinar matahari menjadi energi listrik. Efek fotovoltaik ini ditemukan oleh Becquerel pada tahun 1839, dimana Becquerel mendeteksi adanya tegangan foto ketika sinar matahari mengenai elektroda pada larutan elektrolit. Pada tahun 1954 peneliti di Bell Telephone menemukan untuk pertama kali sel surya silikon berbasis p-n junction dengan efisiensi 6%. Sekarang ini, sel surya silikon mendominasi pasar sel surya dengan pangsa pasar sekitar 82% dan efisiensi lab dan komersil berturut-turut yaitu 24,7% dan 15%.
Gambar 1.1 Struktur Sel Surya
Silikon pn-junction
Semikonduktor tipe-n didapat dengan mendoping silikon dengan unsur dari golongan V sehingga terdapat kelebihan elektron valensi dibanding atom sekitar. Pada sisi lain semikonduktor tipe-p didapat dengan doping oleh golongan III sehingga elektron valensinya defisit satu dibanding atom sekitar. Ketika dua tipe material tersebut mengalami kontak maka kelebihan elektron dari tipe-n berdifusi pada tipe-p. Sehingga area doping-n akan bermuatan positif sedangkan area doping-p akan bermuatan negatif. Medan elektrik yan terjadi antara keduanya mendorong elektron kembali ke daerah-n dan hole ke daerah-p. Pada proses ini terlah terbentuk p-n junction. Dengan menambahkan kontak logam pada area p dan n maka telah terbentuk dioda.
Gambar 1.2 Cara kerja Sel Surya Silikon
Ketika junction disinari, photon yang mempunyai energi sama atau lebih besar dari lebar pita energi materia tersebut akan menyebabkan eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi dan akan meninggalkan hole pada pita valensi. Elektron dan hole ini dapat bergerak dalam material sehingga menghasilkan pasangan elektron-hole. Apabila ditempatkan hambatan pada terminal sel surya, maka elektron dari area-n akan kembali ke area-p sehingga menyebabkan perbedaan potensial dan arus akan mengalir. Skema cara kerja sel surya silikon ditunjukkan pada Gambar 1.2.
Performansi Sel Surya
Gambar 1.3 Karakteristik Kurva I-V pada Sel Surya
Ketika sel dalam kondisi short circuit, arus maksimum atau arus short circuit (ISC) dihasilkan, sedangkan pada kondisi open circuit tidak ada arus yang dapat mengalir sehingga tergangannya maksimum, disebut tegangan open-circuit. (VOC). Titik pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan tegangan maksimum disebut titik daya maksimum (MPP). Karaktersitik penting lainnya dari sel surya yaitu fill factor (FF), dengan persamaan,
Dengan menggunakan fill factor maka maksimum daya dari sel surya didapat dari persamaan,
Sehingga efisiensi sel surya yang didefinisikan sebagai daya yang dihasilkan dari sel (Pmax) dibagi dengan daya dari cahaya yang datang (Pcahaya) :
Nilai efisiensi ini yang menjadi ukuran global dalam menentukan kualitas performansi suatu sel surya.
Pasar Fotovoltaik Dunia
Pada tahun 2006, industri fotovoltaik dunia telah mencapai 1.744 MW, mengalami kenaikan 19% dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan dibandingkan tahun 2003, telah mengalami kenaikan lebih dari 2 kali lipat seperti terlihat pada Gambar 1.4.
Sedangkan produksi sel surya dunia telah mencapai angka 2.204 MW tahun 2006, meningkat dari 1,656 MW tahun sebelumnya. Perusahaan Jepang masih mendominasi produksi sel surya global dengan menguasai 40% sel surya yan beredar didunia saat ini, turun dari tahun sebelumnya yaitu 46%. Hal ini menunjukkan bahwa pasar sel surya dunia semakin kompetitif dan terus mengalami kenaikan pasar yang signifikan. Membuktikan bahwa kebutuhan sel surya dunia akan terus meningkat dan implikasinya akan menurunkan harga dari modul surya itu sendiri.
a)
b)
Sekarang ini pasar sel surya masih didominasi oleh sel surya silikon, baik mono maupun multi-crystal silikon. Dari total 2.204 MW produksi fotovoltaik/sel surya pada tahun 2006, 0,22 GW merupakan teknologi sel surya berbasisi non-silikon. Pasar sel surya non-silikon diperkirakan akan naik menjadi 13% dari total produksi sel surya 10 tahun yang akan datang. Kenaikan pasar sel surya non-silikon ini diakibatkan oleh kebutuhan akan sel surya berbasis tanpa silikon, efisiensi lebih tinggi, harga yang lebih murah, dan juga proses produksniya yang lebih simpel. Sel surya non-silikon ini diantaranya sel surya berbasis lapisan tipis atau thin film solar cell, sel surya organik & polimer, dan dye-sensitized solar cell.
Potensi Pengembangan Sel/Panel Surya di Indonesia
Sebagai negara tropis, limpahan cahaya matahari di Indonesia sangat melimpah. Potensinya energi surya di Indoenesia yaitu sekitar 4,8 kWh/m2/hari. Namun berdasarkan data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, tahun 2005 kapasitas panel surya yang terpasang di Indonesia baru 8 MW. Nilai ini masih sangat kecil bila dibandingkan potensi tersebut. Padahal pemanfaatan energi surya misalnya dalam benuk Solar Home System untuk daerah-daerah terpencil merupakan solusi andal untuk elektrifikasi desa-desa tersebut. Karena bagaimanapun tingkat elektrifikasi suatu bangsa menentukan derajat pengetahuan suatu bangsa, karena dengan listrik akan membuka jalan akses kepada masyrakat global dimana lintas informasi dan ilmu pengetahuan berjalan dengan sangat cepat.
Sebagai gambaran di negara lain, berdasarkan studi yang dilakukan Ketut Astawa, Eropa telah mencanangkan pengunaan energi terbarukan sekita 25% dari seluruh kebutuhan energinya pada tahun 2025 Sedangkan Jerman dan Amerika menjalankan program 1juta roof (instalasi sel surya di atap rumah). Jepang sebagai negara terdepan di dunia dalam hal memproduksi dan memakai sel surya bahkan telah mengambil pajak keuntungan mulai 2003 lalu dari setiap penggunaan sel surya oleh masyarakatnya, setelah bertahun-tahun sejak tahun 80-an mensubsidi besar-besaran untuk penggunaan sel surya. Bahkan dalam roadmapnya, dicanangkan bahwa pada tahun 2030 kontribusi sel surya akan sebanyak 10% terhadap total elektrifikasi, belum juga kontribusi dai energi terbarukan yang lain. China tidak kurang belasan manufaktur sel surya yang tengah pemproduksi rata-rata 20-50 MW sel surya pertahunnya, India memiliki tidak kurang 8 manufaktur sel surya yang telah berproduksi mulai akhir tahun 90-an. Di Asia Tenggara, Thailand telah mengembangkan sel surya dan memiliki 3 manufaktur dengan kapasitas produksi 15-20 MW pertahun. Negara ini, saat ini juga mengembangkan sel surya langsung untuk mensuplai listrik air condition (AC) untuk gedung-gedung pemerintahannnya. Philipina mendapat kesempatan mengembangkan sel surya, dimana UNI Solar USA, telah memindahkan salah satu cabang manufakturnya dari Amerika Malaysia satu manufaktur sel suryanya telah memproduksi 15MW per tahun dan satu manufaktur lainnya tengah dikerjakan untuk produksi sekitar 30MW pertahun.
Pemerintah Indonesia sendiri mencanangkan bahwa pada tahun 2025, energi terbarukan berkontribusi sekitar 4% terhadap total konsumsi energi lokal dimana 0,02% nya berasal dari energi surya. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan investasi baik dalam hal riset maupun untuk produksi massal melalui misalnya subsidi bagi perusahaan yang berminat mengembangkan sel surya dan juga konsumen pemakai sel surya. Dalam hal riset untuk sel surya silikon terutama harus difokuskan pada proses pengolahan pasir silika yang tersedia banyak di Indonesia menjadi wafer silikon yang bisa digunakan untuk sel surya. Selain itu riset mengenai jenis sel surya berbasis teknologi murah seperti dye-sensitized solar cell (DSSC) juga perlu mulai dikaji untuk pengembangannya di Indonesia, karena jenis sel surya ini tidak memerlukan peralatan yang berteknologi tinggi untuk proses fabrikasinya sehingga dengan kondisi tersebut para peneliti di Indonesia bisa juga ikut ambil bagian dalam perkembangan DSSC dunia dan juga untuk kemungkinan produksi massal lokal.
Posting Komentar